UU NO 24 Tahun 2011 tentang BPJS
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dengan judul UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dapat tersusun hingga selesai
. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharap kan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, 18 Maret 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................... 3
1.1 Latar
Belakang................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan
Masalah.............................................................................................................. 4
1.3 Tujuan................................................................................................................................. 4
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................... 5
Penjelasan UU No 24 Tahun 2011
Tentang BPJS, Menimbang dan mengingat..................... 5
Pasal-pasal dalam UU Tentang BPJS....................................................................................... 6
BAB I
Ketentuan umum..................................................................................................... 6
BAB II Pembentukan
Dan Ruang Lingkup........................................................................ 8
BAB III
Status Dan Tempat Kedudukan........................................................................... 8
BAB IV
Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban.................................................. 9
BAB V
Pendaftaran Peserta Dan Pembayaran Iuran.......................................................
11
BAB VI Organ
BPJS........................................................................................................ 13
BAB VII
Persyaratan Tata Cara Pemilihan Dan Penetapan, Dan
Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas Dan Anggota Direksi........................................................................................................ 16
BAB VIII Pertanggung
Jawaban..................................................................................... 20
BAB IX
Pengawasan........................................................................................................ 21
BAB X Aset..................................................................................................................... 21
BAB XI
Pembubaran BPJS.............................................................................................. 23
BAB XII
Penyelesaian Sengketa...................................................................................... 23
BAB XIII
Hubungan Dengan Lembaga Lain.................................................................. 24
BAB XIV
Larangan......................................................................................................... 25
BAB XV Ketentuan
Pidana............................................................................................. 26
BAB XVI
Ketentuan Lain............................................................................................... 26
BAB XVII
Ketentuan Peralihan...................................................................................... 26
BAB XVIII
Ketentuan Penutup...................................................................................... 28
BAB III PENUTUP........................................................................................................ 32
a. Kesimpulan................................................................................................................ 32
b. Saran.......................................................................................................................... 32
c. Daftar Pustaka......................................................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Hak tingkat
hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya
merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia,
termasuk Indonesia. Di
Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui
hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaksud dalam UUD
45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian
diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam
program jaminan kesehatan sosial.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis
pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang
kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek
(Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun,
veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian,
skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan
mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan
Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004
ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan,
Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS
Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1
Januari 2014.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Apa fungsi dari UU
Nomor 24 Tahun 2011?
b.
Apa saja peraturan yang terdapat dalam UU Nomor 24
Tahun 2011?
1.3 Tujuan
a.
Untuk mengetahui fungsi
dari UU Nomor 24 Tahun 2011.
b.
Untuk mengetahui
peraturan yang terdapat dalam UU Nomor 24 Tahun 2011.
BAB
II
PEMBAHASAN
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011
TENTANG
BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Menimbang
:
a. bahwa sistem jaminan sosial nasional
merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;
b.
bahwa untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk
badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehatihatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan
dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besar kepentingan peserta;
c.
bahwa berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, harus dibentuk
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-Undang yang merupakan transformasi
keempat Badan Usaha Milik Negara untuk mempercepat terselenggaranya sistem
jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat Indonesia;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Badan
Penyelenggara
Jaminan Sosial;
Mengingat
:
1.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), dan
Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN
PENYELENGGARA
JAMINAN SOSIAL.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
2.
Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin
seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang
layak.
3.
Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan
himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk
pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.
4.
Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
5.
Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota
keluarganya.
6.
Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh Peserta, pemberi
kerja, dan/atau Pemerintah.
7.
Bantuan Iuran adalah Iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagai Peserta program Jaminan Sosial.
8.
Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau
imbalan dalam bentuk lain.
9.
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara
negara
yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lainnya.
10.
Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk
uang sebagai imbalan dari Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan
dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan,termasuk
tunjangan bagi Pekerja dan
keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
11.
Dewan Jaminan Sosial Nasional yang selanjutnya disingkat DJSN adalah dewan yang
berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan
sinkronisasi penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional.
12.
Dewan Pengawas adalah organ BPJS yang bertugas melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pengurusan BPJS oleh direksi dan memberikan nasihat kepada direksi
dalam penyelenggaraan
program
Jaminan Sosial.
13.
Direksi adalah organ BPJS yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan BPJS untuk kepentingan BPJS, sesuai dengan asas,tujuan, dan prinsip
BPJS, serta mewakili BPJS, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
14.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal
2
BPJS
menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas:
a.
kemanusiaan;
b.
manfaat; dan
c.
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal
3
BPJS
bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota
keluarganya.
Pasal
4
BPJS
menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan prinsip:
a.
kegotongroyongan;
b.
nirlaba
c.
keterbukaan
d.
kehati-hatian
e.
akuntabilitas
f.
portabilitas
g.
kepesertaan bersifat wajib
h.
dana amanat
i.
hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta.
BAB
II
PEMBENTUKAN
DAN RUANG LINGKUP
Bagian
Kesatu
Pembentukan
Pasal
5
(1)
Berdasarkan Undang-Undang ini dibentuk BPJS.
(2)
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
BPJS Kesehatan; dan
b.
BPJS Ketenagakerjaan.
Bagian
Kedua
Ruang
Lingkup
Pasal
6
(1)
BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
(2)
BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b
menyelenggarakan program:
a.
jaminan kecelakaan kerja;
b.
jaminan hari tua;
c.
jaminan pensiun; dan
d.
jaminan kematian.
BAB
III
STATUS
DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Bagian
Kesatu
Status
Pasal
7
(1)
BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah badan hukum publik berdasarkan
Undang-Undang ini.
(2)
BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
Bagian
Kedua
Tempat
Kedudukan
Pasal
8
(1)
BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkedudukan dan berkantor pusat di ibu
kota Negara Republik Indonesia.
(2) BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di
kabupaten/kota.
BAB
IV
FUNGSI,
TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN
Bagian
Kesatu
Fungsi
Pasal
9
(1)
BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
(2)
BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian,
program jaminan pensiun, dan jaminan hari tua.
Bagian
Kedua
Tugas
Pasal
10
Dalam
melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, BPJS bertugas untuk:
a.
melakukan dan/atau menerima pendaftaran
Peserta;
b.
memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta
dan
Pemberi Kerja;
c.
menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
d.
mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
e.
mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
f.
membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program Jaminan Sosial; dan
g.
memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada
Peserta dan masyarakat.
Bagian
Ketiga
Wewenang
Pasal
11
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berwenang untuk:
a.
menagih pembayaran Iuran;
b.
menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c.
melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi Kerja
dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d.
membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran
fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
e.
membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f.
mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang tidak
memenuhi kewajibannya;
g.
melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
h.
melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program
Jaminan Sosial.
Bagian
Keempat
Hak
Pasal
12
Dalam
melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, BPJS berhak untuk:
a.
memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang bersumber dari
Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang undangan;
b.
memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program Jaminan Sosial
dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.
Bagian
Kelima
Kewajiban
Pasal
13
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, BPJS berkewajiban
untuk:
a.
memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;
b.
mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk sebesar-besarnya
kepentingan Peserta;
c.
memberikan informasi melalui media massa cetak dan elektronik mengenai kinerja,
kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil pengembangannya;
d.
memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional;
e.
memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk mengikuti
ketentuan yang berlaku;
f.
memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan
memenuhi kewajibannya;
g.
memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua dan
pengembangannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
h.
memberikan informasi kepada Peserta mengenai besar hak pensiun 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun;
i.
membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang lazim dan
berlaku umum;
j.
melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan Jaminan Sosial;
k.
melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara
berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
BAB
V
PENDAFTARAN
PESERTA DAN PEMBAYARAN IURAN
Bagian
Kesatu
Pendaftaran
Peserta
Pasal
14
Setiap
orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, wajib menjadi Peserta program Jaminan Sosial.
Pasal
15
(1)
Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai
Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
(2)
Pemberi Kerja, dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib memberikan data dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara
lengkap dan benar kepada BPJS.
(3)
Penahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal
16
(1)
Setiap orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan penerima Bantuan Iuran, yang
memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program Jaminan
Sosial
wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS,
sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
(2)
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan data mengenai
dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar
kepada
BPJS.
Pasal
17
(1)
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang
yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai
sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
denda; dan/atau
c.
tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
(3)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b
dilakukan oleh BPJS.
(4)
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
18
(1)
Pemerintah mendaftarkan penerima Bantuan Iuran dan anggota keluarganya sebagai
Peserta kepada BPJS.
(2) Penerima Bantuan Iuran wajib memberikan
data mengenai diri sendiri dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar
kepada Pemerintah untuk disampaikan kepada BPJS.
Bagian
Kedua
Pembayaran
Iuran
Pasal
19
(1)
Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban Peserta dari Pekerjanya
dan menyetorkannya kepada BPJS.
(2)
Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya
kepada BPJS.
(3)
Peserta yang bukan Pekerja dan bukan penerima Bantuan Iuran wajib membayar dan
menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada
BPJS.
(4)
Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran kepada
BPJS.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a.
besaran dan tata cara pembayaran Iuran program jaminan kesehatan diatur dalam Peraturan
Presiden; dan
b.
besaran dan tata cara pembayaran Iuran selain program jaminan kesehatan diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
VI
ORGAN
BPJS
Bagian
Kesatu
Struktur
Pasal
20
Organ
BPJS terdiri atas Dewan Pengawas dan Direksi.
Bagian
Kedua
Dewan
Pengawas
Pasal
21
(1)
Dewan Pengawas terdiri atas 7 (tujuh) orang profesional.
(2)
Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) orang
unsur Pemerintah, 2 (dua) orang unsur Pekerja, dan
2
(dua) orang unsur Pemberi Kerja, serta 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat.
(3)
Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(4)
Salah seorang dari anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai ketua Dewan Pengawas oleh Presiden.
(5)
Anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan untuk diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya.
Pasal
22
(1)
Dewan Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS.
(2)
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Pengawas
bertugas untuk:
a.
melakukan pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja Direksi;
b.
melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan
Sosial oleh Direksi;
c.
memberikan saran, nasihat, dan pertimbangan kepada Direksi mengenai kebijakan
dan pelaksanaan pengelolaan BPJS; dan
d.
menyampaikan laporan pengawasan penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagai bagian
dari laporan BPJS kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
(3)
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dewan Pengawas
berwenang untuk:
a.
menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;
b.
mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;
c.
mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;
d.
melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;
e.
memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerja Direksi.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan
fungsi, tugas, dan wewenang Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Dewan Pengawas.
Bagian
Ketiga
Direksi
Pasal
23
(1)
Direksi terdiri atas paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari
unsur profesional.
(2)
Anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
(3)
Presiden menetapkan salah seorang dari anggota Direksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai direktur utama.
(4)
Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diusulkan
untuk diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal
24
(1)
Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang
menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai dengan
haknya.
(2)
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi bertugas
untuk:
a.
melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan,pengawasan, dan evaluasi;
b.
mewakili BPJS di dalam dan di luar pengadilan; dan
c.
menjamin tersedianya fasilitas dan akses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakan
fungsinya.
(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Direksi berwenang untuk:
a.
melaksanakan wewenang BPJS;
b.
menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja
organisasi, dan sistem kepegawaian;
c.
menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat, memindahkan,
dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS;
d.
mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas dan Direksi;
e.
menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka
penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas,
efisiensi, dan efektivitas;
f.
melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Pengawas;
g.
melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000.000,00
(lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Presiden;
h.
melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari Rp500.000.000.000,00
(lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(4)
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Direksi.
BAB
VII
PERSYARATAN,
TATA CARA PEMILIHAN DAN PENETAPAN,
DAN
PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS
DAN
ANGGOTA DIREKSI
Bagian
Kesatu
Persyaratan
Anggota Dewan Pengawas
dan
Anggota Direksi
Paragraf
1
Persyaratan
Umum
Pasal
25
(1)
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi, calon
yang bersangkutan harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a.
warga negara Indonesia;
b.
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
sehat jasmani dan rohani;
d.
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
e.
memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sesuai untuk pengelolaan program
Jaminan Sosial;
f.
berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh)
tahun pada saat dicalonkan menjadi anggota;
g.
tidak menjadi anggota atau menjabat sebagai pengurus partai politik;
h.
tidak sedang menjadi tersangka atau terdakwa dalam proses peradilan;
i.
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam denganpidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
j.
tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris, atau dewan pengawas pada suatu
badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.
(2)
Selama menjabat, anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi tidak boleh
merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lainnya.
Paragraf
2
Persyaratan
Khusus
Pasal
26
Selain
harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota
Dewan Pengawas harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu
memiliki
kompetensi dan pengalaman di bidang manajemen, khususnya di bidang pengawasan
paling sedikit 5 (lima) tahun.
Pasal
27
Selain
harus memiliki persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, calon anggota
Direksi harus memenuhi persyaratan khusus, yaitu memiliki
kompetensi
yang terkait untuk jabatan direksi yang bersangkutan dan memiliki pengalaman
manajerial paling sedikit 5 (lima) tahun.
Bagian
Kedua
Tata
Cara Pemilihan dan Penetapan
Anggota
Dewan Pengawas dan Anggota Direksi
Pasal
28
(1)
Untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi,
Presiden membentuk panitia seleksi yang bertugas melaksanakan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)
Keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2
(dua) orang unsur Pemerintah dan 5 (lima) orang unsur masyarakat.
(3)
Keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
Pasal
29
(1)
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 mengumumkan penerimaan
pendaftaran calon anggota Dewan Pengawas dan calon anggota
Direksi
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah ditetapkan.
(2)
Pendaftaran dan seleksi calon anggota Dewan Pengawas dan calon anggota Direksi
dilakukan dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja secara terus menerus.
(3)
Panitia seleksi mengumumkan nama calon anggota Dewan Pengawas dan nama calon
anggota Direksi kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan paling lama 5
(lima) hari kerja setelah pendaftaran ditutup.
(4) Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) disampaikan kepada panitia seleksi paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal
diumumkan.
(5)
Panitia seleksi menentukan nama calon anggota Dewan Pengawas dan nama calon
anggota Direksi yang akan disampaikan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) kali
jumlah jabatan yang diperlukan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal ditutupnya masa penyampaian tanggapan dari masyarakat.
Pasal
30
(1)
Presiden memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur
Pemerintah dan anggota Direksi berdasarkan usul dari panitia seleksi.
(2)
Presiden mengajukan nama calon anggota Dewan Pengawas yang berasal dari unsur
Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang
diperlukan, paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja
terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi.
(3)
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Dewan Pengawas yang
berasal dari unsur Pekerja, unsur Pemberi Kerja, dan unsur tokoh masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling lama 20 (dua puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal penerimaan usulan dari Presiden.
(4)
Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan nama calon
terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Presiden paling lama 5
(lima) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya pemilihan.
(5)
Presiden menetapkan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan
surat
dari pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(6)
Penetapan anggota Dewan Pengawas dari unsur pemerintah dan anggota Direksi
dilakukan bersama-sama dengan penetapan anggota Dewan Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (5).
Pasal
31
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan Dewan Pengawas dan
Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur
dengan Peraturan Presiden.
Bagian
Ketiga
Pemberhentian
Pasal
32
Anggota
Dewan Pengawas atau anggota Direksi berhenti dari jabatannya karena:
a.
meninggal dunia;
b.
masa jabatan berakhir; atau
c.
diberhentikan.
Pasal
33
(1)
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi dapat diberhentikan sementara
karena:
a.
sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan
tugasnya;
b.
ditetapkan menjadi tersangka; atau
c.
dikenai sanksi administratif pemberhentian sementara.
(2)
Dalam hal anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi diberhentikan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden menunjuk
pejabat
sementara dengan mempertimbangkan usulan dari DJSN.
(3)
Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembalikan pada jabatannya apabila telah dinyatakan sehat kembali untuk
melaksanakan tugas atau apabila statusnya sebagai tersangka dicabut, atau
sanksi administratif pemberhentian sementaranya dicabut.
(4)
Pengembalian jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak dinyatakan sehat atau statusnya sebagai
tersangka dicabut atau sanksi administratif pemberhentian sementaranya dicabut.
(5)
Pemberhentian sementara anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pengembalian jabatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Presiden.
Pasal
34
Anggota
Dewan Pengawas atau anggota Direksi diberhentikan dari jabatannya karena:
a.
sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan sehingga tidak dapat menjalankan
tugasnya;
b.
tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi
secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) bulan karena alasan selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c.
merugikan BPJS dan kepentingan Peserta Jaminan Sosial karena kesalahan
kebijakan yang diambil;
d.
menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana;
e.
melakukan perbuatan tercela;
f.
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas atau anggota
Direksi; dan/atau
g.
mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri.
Pasal
35
Dalam
hal anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi berhenti sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 huruf a atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34,
Presiden mengangkat anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi pengganti untuk
meneruskan sisa masa jabatan yang digantikan.
Pasal
36
(1)
Dalam hal terjadi kekosongan jabatan anggota Dewan Pengawas dan/atau anggota
Direksi, Presiden membentuk panitia seleksi untuk
memilih
calon anggota pengganti antar waktu.
(2) Prosedur pemilihan dan penetapan calon
anggota pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal
30, dan Pasal 31.
(3)
Dalam hal sisa masa jabatan yang kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kurang dari 18 (delapan belas) bulan, Presiden menetapkan anggota pengganti
antarwaktu berdasarkan usulan DJSN.
(4)
DJSN mengajukan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan peringkat
hasil seleksi.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan calon anggota
pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB
VIII
PERTANGGUNG
JAWABAN
Pasal
37
1.
BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk
laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan
publik kepada Presiden dengan tembusan kepada
DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun
berikutnya.
2. Periode
laporan pengelolaan program dan laporan keuangan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
3. Bentuk
dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
BPJS setelah berkonsultasi dengan DJSN.
4. Laporan
keuangan BPJS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku.
5. Laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif
melalui media massa elektronik dan melalui
paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang
memiliki peredaran luas secara nasional, paling
lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.
6. Bentuk
dan isi publikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat
persetujuan dari Dewan Pengawas.
7. Ketentuan
mengenai bentuk dan isi laporan pengelolaan
program sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal
38
1. Direksi
bertanggung jawab secara tanggung renteng
atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas
kesalahan pengelolaan Dana Jaminan Sosial.
2. Pada
akhir masa jabatan, Dewan Pengawas dan Direksi
wajib menyampaikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan tugasnya kepada
Presiden dengan tembusan kepada DJSN.
BAB
IX
PENGAWASAN
Pasal
39
1. Pengawasan
terhadap BPJS dilakukan secara eksternal
dan internal.
2. Pengawasan
internal BPJS dilakukan oleh organ pengawas
BPJS, yang terdiri atas:
a. Dewan
Pengawas; dan
b. satuan pengawas
internal.
3. Pengawasan
eksternal BPJS dilakukan oleh:
a. DJSN;
dan
b. lembaga
pengawas independen.
BAB
X
ASET
Bagian
Kesatu
Pemisahan
Aset
Pasal
40
1. PJS
mengelola:
a. aset
BPJS; dan
b. aset
Dana Jaminan Sosial.
2.
BPJS wajib memisahkan aset BPJS dan aset
Dana Jaminan Sosial.
3.
Aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan
aset BPJS.
4. BPJS
wajib menyimpan dan mengadministrasikan Dana
Jaminan Sosial pada bank kustodian yang merupakan
badan usaha milik negara.
Bagian
Kedua
Aset
BPJS
Pasal
41
1. Aset
BPJS bersumber dari:
a. modal
awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan
negara yang dipisahkan dan tidak terbagi
atas saham;
b. hasil
pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara
yang menyelenggarakan program jaminan
sosial;
c. hasil
pengembangan aset BPJS;
d. dana
operasional yang diambil dari Dana Jaminan
Sosial; dan/atau
e. sumber
lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Aset
BPJS dapat digunakan untuk:
a.
biaya operasional penyelenggaraan
program Jaminan Sosial;
b. biaya
pengadaan barang dan jasa yang digunakan
untuk mendukung operasional penyelenggaraan
Jaminan Sosial;
c. biaya
untuk peningkatan kapasitas pelayanan; dan
d. investasi
dalam instrumen investasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan
aset BPJS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal
42
Modal
awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1)
huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
ditetapkan masing-masing paling banyak
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Bagian
Ketiga
Aset
Dana Jaminan Sosial
Pasal 43
1. Aset
Dana Jaminan Sosial bersumber dari:
a. Iuran
Jaminan Sosial termasuk Bantuan Iuran;
b. hasil
pengembangan Dana Jaminan Sosial;
c. hasil
pengalihan aset program jaminan sosial yang
menjadi hak Peserta dari Badan Usah Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial; dan
d. sumber
lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Aset Dana Jaminan Sosial digunakan
untuk:
a. pembayaran
Manfaat atau pembiayaan
layanan
Jaminan Sosial;
b. dana
operasional penyelenggaraan program
Jaminan
Sosial; dan
c. investasi
dalam instrumen investasi sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai sumber dan penggunaan
aset Dana Jaminan Sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian
Keempat
Biaya
Operasional
Pasal
44
1. Biaya
operasional BPJS terdiri atas biaya personel dan
biaya non personel.
2. Personel
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan.
3. Biaya
personel mencakup Gaji atau Upah dan manfaat
tambahan lainnya.
4. Dewan
Pengawas, Direksi, dan karyawan memperoleh
Gaji atau Upah dan manfaat tambahan
lainnya yang sesuai dengan wewenang dan/atau
tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas di
dalam BPJS.
5. Gaji
atau Upah dan manfaat tambahan lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) memperhatikan
tingkat kewajaran yang berlaku.
6. Dewan
Pengawas, Direksi, dan karyawan dapat memperoleh
insentif sesuai dengan kinerja BPJS yang
dibayarkan dari hasil pengembangan.
7. Ketentuan
mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan
lainnya serta insentif bagi karyawan ditetapkan
dengan peraturan Direksi.
8. Ketentuan
mengenai Gaji atau Upah dan manfaat tambahan
lainnya serta insentif bagi anggota Dewan
Pengawas dan anggota Direksi diatur dengan
Peraturan Presiden.
Pasal
45
1. Dana
operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41
ayat (1) huruf d ditentukan berdasarkan persentase
dari Iuran yang diterima dan/atau dari dana
hasil pengembangan.
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai persentase dana operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
XI
PEMBUBARAN
BPJS
Pasal
46
BPJS
hanya dapat dibubarkan dengan Undang-Undang.
Pasal
47
BPJS tidak dapat
dipailitkan berdasarkan ketentuan perundangan-undangan mengenai kepailitan.
BAB
XII
PENYELESAIAN
SENGKETA
Bagian
Kesatu
Penyelesaian
Pengaduan
Pasal
48
1. BPJS
wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan
dan penanganan pengaduan Peserta.
2. BPJS
wajib menangani pengaduan paling lama 5 (lima)
hari kerja sejak diterimanya pengaduan.
3. Ketentuan
mengenai unit pengendali mutu dan penanganan
pengaduan Peserta sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan BPJS.
Bagian
Kedua
Penyelesaian
Sengketa Melalui Mediasi
Pasal
49
1. Pihak
yang merasa dirugikan yang pengaduannya belum
dapat diselesaikan oleh unit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (1), penyelesaian sengketanya
dapat dilakukan melalui mekanisme mediasi.
2. Mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bantuan
mediator yang disepakati oleh kedua belah pihak secara
tertulis.
3. Penyelesaian
sengketa melalui mediasi dilakukan paling
lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatangan
kesepakatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) oleh kedua belah pihak.
4. Penyelesaian
sengketa melalui mekanisme mediasi,
setelah ada kesepakatan kedua belah pihak
secara tertulis, bersifat final dan mengikat.
5. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian
sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian
Ketiga
Penyelesaian
Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal
50
Dalam
hal pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh unit
pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan
Peserta melalui mekanisme mediasi tidak dapat
terlaksana, penyelesaiannya dapat diajukan ke
pengadilan
negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
BAB
XIII
HUBUNGAN
DENGAN LEMBAGA LAIN
Pasal
51
1. Dalam
rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan
program Jaminan Sosial, BPJS bekerja
sama dengan lembaga Pemerintah.
2.
Dalam menjalankan tugasnya, BPJS dapat
bekerja sama dengan organisasi atau lembaga lain
di dalam negeri atau di luar negeri.
3.
BPJS dapat bertindak mewakili Negara
Republik Indonesia sebagai anggota organisasi
atau anggota lembaga internasional apabila terdapat
ketentuan bahwa anggota dari organisasi atau
lembaga internasional tersebut mengharuskan atas
nama negara.
4. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara hubungan
antarlembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
XIV
LARANGAN
Pasal
52
Anggota
Dewan Pengawas dan anggota Direksi dilarang:
a. memiliki
hubungan keluarga sampai derajat ketiga antaranggota
Dewan Pengawas, antaranggota Direksi,
dan antara anggota Dewan Pengawas dan anggota
Direksi;
b.
memiliki bisnis yang mempunyai
keterkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial;
c.
melakukan perbuatan tercela;
d.
merangkap jabatan sebagai anggota partai
politik,pengurus organisasi masyarakat atau organisasi sosial
atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait
dengan program Jaminan Sosial, pejabat struktural
dan fungsional pada lembaga pemerintahan,
pejabat di badan usaha dan badan hukum
lainnya;
e.
membuat atau mengambil keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan;
f.
mendirikan atau memiliki seluruh atau
sebagian badan usaha yang terkait dengan program
Jaminan Sosial;
g.
menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan dihapuskannya suatu laporan
dalam buku catatan atau dalam laporan, dokumen
atau laporan kegiatan usaha, atau laporan
transaksi BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
h.
menyalahgunakan dan/atau menggelapkan
aset BPJS dan/atau Dana Jaminan Sosial;
i.
melakukan subsidi silang antarprogram;
j.
menempatkan investasi aset BPJS dan/atau
Dana Jaminan Sosial pada jenis investasi yang
tidak terdaftar pada Peraturan Pemerintah;
k.
menanamkan investasi kecuali surat
berharga tertentu dan/atau investasi peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan
sosial;
l.
membuat atau menyebabkan adanya suatu
laporan palsu dalam buku catatan atau dalam
laporan, atau dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, atau laporan transaksi BPJS dan/atau Dana
Jaminan Sosial; dan/atau mengubah, mengaburkan,
menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya
suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan,atau dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau merusak catatan pembukuan BPJS dan/atau Dana Jaminan
Sosial.
Pasal
53
1. Anggota Dewan Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f
dikenai sanksi administratif.
2.
Pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Presiden atau pejabat yang ditunjuk.
3. Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
dan/atau
c. pemberhentian tetap.
4. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administratif diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB
XV
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
54
Anggota Dewan
Pengawas atau anggota Direksi yang melanggar
larangan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf
k, huruf l, atau huruf m dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal
55
Pemberi
Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu
miliar rupiah).
BAB
XVI
KETENTUAN
LAIN-LAIN
Pasal
56
1. Presiden
sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan
dan laporan kinerja BPJS sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan kebijakan Pemerintah
yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Jaminan Sosial nasional.
2. Dalam
hal terdapat kebijakan fiskal dan moneter yang
mempengaruhi tingkat solvabilitas BPJS, Pemerintah
dapat mengambil kebijakan khusus untuk
menjamin kelangsungan program Jaminan Sosial.
3. Dalam
hal terjadi krisis keuangan dan kondisi tertentu
yang memberatkan perekonomian, Pemerintah
dapat melakukan tindakan khusus untuk
menjaga kesehatan keuangan dan kesinambungan
penyelenggaraan program Jaminan Sosial.
BAB
XVII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
57
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) PT Asuransi Kesehatan Indonesia atau disingkat PT
Askes (Persero) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum
(Perum) Husada Bhakti menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 16) diakui
keberadaannya dan tetap melaksanakan rogram jaminan kesehatan, termasuk menerima pendaftaran peserta
baru, sampai dengan beroperasinya BPJS
Kesehatan;
b.
Kementerian Kesehatan tetap
melaksanakankegiatan operasional penyelenggaraan program jaminan
kesehatan masyarakat, termasuk penambahan
peserta baru, sampai dengan beroperasinya
BPJS Kesehatan;
c.
Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik
Indonesia tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program layanan
kesehatan bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan beroperasinya BPJS
Kesehatan, kecuali untuk pelayanan kesehatan
tertentu berkaitan dengan kegiatan
operasionalnya, yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden;
d.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau disingkat PT Jamsostek
(Persero) yang dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan
Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Lembaran regara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 59), berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468)
tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan:
1. program
jaminan pemeliharaan kesehatan termasuk
penambahan peserta baru sampai dengan
beroperasinya BPJS Kesehatan; dan
2. program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian,
dan jaminan hari tua bagi pesertanya,
termasuk penambahan peserta baru
sampai dengan berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
e. Perusahaan
Perseroan (Persero) PT ASABRI atau disingkat
PT ASABRI (Persero) yang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1991
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum
(Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1991 Nomor 88), berdasarkan Undang-Undang
nomor 6 Tahun 1966 tentangPemberian
Pensiun, Tunjangan bersifat pensiun, dan Tunjangan Kepada Militer Sukarela
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966
Nomor 33,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2812), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969
tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda
Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1988 tentang
Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3369), Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 1968 tentang Pemberian
Pensiun Kepada Warakawuri, Tunjangan Kepada
Anak Yatim/Piatu, dan Anak Yatim-Piatu Militer
Sukarela (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1968 Nomor 61, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2863), dan
Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang
Asuransi sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1991 Nomor 87, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3455) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dan program pembayaran pensiun bagi
pesertanya, termasuk penambahan peserta baru, sampai dengan dialihkan ke BPJS
Ketenagakerjaan.
f. Perusahaan
Perseroan (Persero) PT DANA TABUNGAN
DAN ASURANSI PEGAWAI NEGERI atau
disingkat PT TASPEN (Persero) yang dibentuk dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum
Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri
Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981Nomor 38), berdasarkan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan
Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 169,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890), dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1981 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3200) tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program tabungan hari
tua dan program pembayaran pensiun bagi
pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai
dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan.
BAB
XVIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
58
Pada
saat berlakunya Undang-Undang ini Dewan Komisaris
dan Direksi PT Askes (Persero) sampai dengan
beroperasinya BPJS Kesehatan ditugasi untuk:
a. menyiapkan operasional BPJS Kesehatan untuk program jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 22 sampai dengan
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4456).
b. menyiapkan
pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta
hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan.
Pasal
59
Untuk
pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes
(Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan
Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama
2 (dua) tahun sejak BPJS Kesehatan mulai
beroperasi.
Pasal
60
1. BPJS
Kesehatan mulai beroperasimenyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014.
2.
Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. Kementerian
Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan masyarakat;
b. Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia,
dan Kepolisian Republik Indonesia tidak
lagi menyelenggarakan program pelayanan
kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk
pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan
kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden; dan
c. PT
Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan
program jaminan pemeliharaan kesehatan.
3.
Pada saat BPJS Kesehatan mulai
beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. PT Askes
(Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi
dan semua aset dan liabilitas sertahak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak
dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan;
b. semua
pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai
BPJS Kesehatan; dan
c. Menteri
Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat
Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan
posisi keuangan penutup PT Askes (Persero)
setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan
publik dan Menteri Keuangan mengesahkan
laporan posisi keuangan pembuka BPJS
Kesehatan dan laporan posisi keuangan
pembuka dana jaminan kesehatan.
Pasal
61
Pada
saat berlakunya Undang-Undang ini, Dewan Komisaris
dan Direksi PT Jamsostek (Persero) sampai dengan
berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan ditugasi untuk:
a. menyiapkan
pengalihan program jaminan pemeliharaan
kesehatan kepada BPJS Kesehatan;
b.
menyiapkan operasional BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian;
c.
menyiapkan pengalihan aset dan
liabilitas serta hak dan kewajiban
program jaminan pemeliharaan kesehatan
PT Jamsostek (Persero) terkait penyelenggaraan
program jaminan pemeliharaan kesehatan
ke BPJS Kesehatan; dan
d.
menyiapkan pengalihan aset dan
liabilitas, pegawai, serta hak dan
kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS
Ketenagakerjaan.
Pasal
62
1. PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan
pada tanggal 1 Januari 2014.
2. Pada
saat PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1):
a. PT
Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa
likuidasi dan semua aset dan liabilitas serta
hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek (Persero)
menjadi aset dan liabilitas serta hak dan
kewajiban hukum BPJS Ketenagakerjaan;
b. semua
pegawai PT Jamsostek (Persero) beralih menjadi
pegawai BPJS Ketenagakerjaan;
c. Menteri
Badan Usaha Milik Negara selaku Rapat
Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan
posisi keuangan penutup PT Jamsostek
(Persero) setelah dilakukan audit
oleh kantor akuntan publik dan Menteri Keuangan
mengesahkan posisi laporan keuangan
pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan
laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan
ketenagakerjaan; dan
d. BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program
jaminan kecelakaan kerja, program jaminan
hari tua, dan program jaminan kematian
yang selama ini diselenggarakan oleh PT
Jamsostek (Persero), termasuk menerima
peserta baru, sampai dengan beroperasinya
BPJS Ketenagakerjaan yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 29 sampai dengan
Pasal 38 dan Pasal 43 sampai dengan Pasal 46
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456), paling lambat 1 Juli 2015.
Pasal
63
Untuk pertama
kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT
Jamsostek (Persero) diangkat menjadi anggota Dewan
Pengawas dan anggota Direksi BPJS Ketenagakerjaan
untuk jangka waktu paling lama 2 (dua)
tahun sejak BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi.
Pasal
64
BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan
program jaminan kematian bagi Peserta, selain peserta
program yang dikelola PT TASPEN (Persero) dan PT
ASABRI (Persero), sesuai dengan ketentuan Pasal 29 sampai
dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4456), paling lambat tanggal 1 Juli
2015.
Pasal
65
1. PT
ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program
Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dan program pembayaran pensiun
ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun
2029.
2. PT
TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program
tabungan hari tua dan program pembayaran
pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS
Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
Pasal 66
Ketentuan
mengenai tata cara pengalihan program Asuransi
Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
dan program pembayaran pensiun dari PT
ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari
tua dan program pembayaran pensiun dari PT
TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal
67
Ketentuan
Pasal 142 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4756) dan Pasal 64 ayat (1) Undang- Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4297) tidak berlaku untuk pembubaran
PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3)
huruf a dan Pasal 62 ayat (2) huruf a.
Pasal
68
Pada
saat berubahnya PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS
Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini:
a. Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang
Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 59) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi; dan
b. Ketentuan
Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3468) dinyatakan tetap berlaku sampai dengan
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64.
Pasal
69
Pada
saat mulai beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3468) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal
70
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama:
a. 1 (satu)
tahun untuk peraturan yang mendukung beroperasinya
BPJS Kesehatan; dan
b. 2 (dua)
tahun untuk peraturan yang mendukung beroperasinya
BPJS Ketenagakerjaan terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
71
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta
pada
tanggal 25 November 2011 PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang
selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial.Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan
sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh
peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang
dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan
operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial.Peserta adalah setiap orang,
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia,
yang telah membayar iuran.Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak
peserta dan/atau anggota keluarganya.
B. Saran
Diharapkan dengan ada nya BPJS ini dapat
memberi jaminan sosial bagi seluruh rakyat disuatu negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar