PENDARAHAN PERVAGINNAM



2.1   Definisi Perdarahan Pervaginam Postpartum
Perdarahan pervagina atau perdarahan post partum atau post partum hemorargi atau hemorargi post partum (HPP) adalah kehilangan darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.(Suherni, dkk. 2009 : 128)
Perdarahn post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala III persalinan selesai, hal ini setara dengan pengeluaran darah 1000ml pada seksio sesaria, 1400ml pada histerektomi sesaria elektif, dan 3000-3500ml untuk histerektomi sesaria darurat. (Gary Cunningham, dkk. 2006 : 704)
Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala tiga selesai (setelah plasenta lahir). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat. ( Sarwono Prawirohardjo, 2010 : 188)
Perdarahan pasca persalinan (PPP) adalah perdarahan yang massif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. (Sarwono Prawirohardjo, 2011: 522)
Perdarahan post partum pada umumnya bila melebihi normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak nafas, serta tensi <90 mmHg dan nadi >100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan.  (Sarwono Prawirohardjo, 2011: 523)
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Menurut waktu terjadinya perdarahan postpartum, dibagi atas dua bagian:
1.    Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi di dalam 24 jam setelah anak lahir.
2.     Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anaka lahir. (Suherni, dkk. 2009 : 128)
Efek perdarahan terhadap ibu hamil tergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin sebelumnya. Perdarahan post partum akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi. Sifat perdarahan pada post partum bias banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti. (Sarwono Prawirohardjo, 2011: 523)

2.2     Gejala Yang Menunjukkan Perdarahan Pervaginam Postpartum
Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan pervagina, antara lain:
1.     Perdarahan yang tidak dapat dikontrol.
2.     Penurunan tekanan darah.
3.     Peningkatan detak jantung.
4.     Penurunan hitung sel darah merah (hematocrit).
5.     Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum.
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai penyebabnya Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok.

2.1      Sebab – sebab Perdarahan Pervaginam Postpartum
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum antara lain :
1.     Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus.
 Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
·       Manipulasi uterus yang berlebihan
·       General anestesi (pada persalinan dengan operasi )
·       Uterus yang teregang berlebihan :
ü Kehamilan kembar
ü Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
ü polyhydramnion
·       Kehamilan lewat waktu
·       Portus lama
·       Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus )
·       Anestesi yang dalam
·       Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia )
·       Plasenta previa
·       Solutio plasenta
·      Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemi, atau menderita penyakit menahun
·       Myomauteri yang mengganggu kontraksi rahim
·       Ada riwayat dengan atonia uteri sebelumnya
Untuk melakukan penapisan terhadap kemungkinan komplikasi atonia uteri, bidan perlu mengkaji data yang relevan, yang meliputi:
a. Data subjektif
o   Masa hamil
·         Umur pasien.
·         Paritas
·         Jarak kelahiran anak
·         Sosial-ekonomi
·         Pekerjaan (berat-ringannya aktivitas sehari-hari)
·         Riwayat kesehatan reproduksi
·         Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
·         Keluhan yang berhubungan dengan keadaan anemia defisiensi zat besi
o   Dilanjutkan pada waktu in partu
·         Semangat untuk melahirkan bayinya
·         Keluhan yang berhubungan dengan kekuatan tubuh (vitalitas, keadaan umum)
·         Perasaan capek, pandangan mata berkunang-kunang
·         Kontraksi yang tidak teratur
b. Data objektif
·         Mulai masa hamil
o   Keadaan umum
o   Kesadaran
o   Vital sign
o   Tanda-tanda anemia defisiensi zat besi (konjungtiva, warna kulit, warna ujung jari, kadar Haemoglobin, dll)
o   Satatus gizi ibu hamil
o   Kenaikan berat badan
o   DJJ
·         Dilanjutkan pada waktu in partu
o   Keadaan umum
o   Hasil pemantauan partograf (warning di garis waspada)
o   Proses kelahiran plasenta (spontan, dengan eksplorasi, waktunya lahirnya plasenta, apakah lebih dari 1 jam)
o   Apakah persalinan dengan pacuan uterotonika
Gejala dan tanda syok berat:
1.      Nadi lemah dan cepat (110 kali/menit atau lebih)
2.      Tekanan darah sangat rendah; tekanan sistolik < 90 mmHg
3.      Napas cepat dengan frekuensi 30 kali/menit atau lebih
4.      Urine kurang dari 30 cc/jam
5.      Bingung, gelisah, atau pingsan
6.      Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah
7.      Pucat
2.    Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
1.     Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya, jenos retensio plasenta dibedakan menjadi  :
a.    Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b.    Plasenta inkreta  : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.    Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d.   Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
e.    Plasenta inkarserata : tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri.
2.     Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Pengkajian yang harus dilakukan :
a.       Mulai masa hamil
·         Data subjektif
o   Paritas
o   Umur
o   Riwayat persalinan sebelumnya 
·         Data objektif
o   Hasil pemeriksaan ANC 
b.      Dilanjutkan dengan masa in partu
·         Data subjektif
o   Pasien mengatakan belum merasakan mules setelah bayinya lahir 
·         Data objektif
o   Perdarahan yang terjadi sebelum plasenta lahir lengkap
o   Uterus tidak berkontraksi
o   Plasenta tidak lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir
 3. Inversio Uteri
Inversio uteri ialah keadaan di mana bagian atas uterus (fundus uteri) masuk ke kavum uteri, sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri, bahkan ke dalam vagina dengan dinding endometrium sebelah luar.
Keadaan inversi ini pertama dikenal oleh Hippocrates (460-770 SM). Angka kejadiannya 1:5.000 sampai 1:20.000 persalinan. Walaupun jarang terjadi, komplikasi yang disebabkannya cukup serius bila tidak segera diketahui dan ditatalaksana dengan baik. Biasanya tidak sulit untuk mendiagnosis, yaitu adanya gejala syok berat, perdarahan, tidak terabanya fundus uteri di bawah pusar, dan terabanya massa yang lembek di vagina. Pada inversi yang menahun, massa yang diraba terasa lebih keras.
Inversio dapat terjadi pada masa nifas atau di luar nifas. Di luar masa nifas biasanya parsial, dan sering dihubungkan dengan adanya tumor uterus. Sementara itu, inversi yang terjadi waktu melahirkan dan pascapersalinan dapat terjadi akut.
Jenis inversio uteri :
·                Inversio lokal  : fundus uteri menonjol sedikit ke dalam kavum uteri.
·                Inversio parsial            : bila tonjolan fundus uteri hanya dalam kavum uteri.
·                Inversio inkomplit       : penonjolan sampai ke kanalis servikalis
·                Inversi komplit            : tonjolan sudah sampai oustium uteri ekstrenum
·                Inversi total                 : tonjolan sudah mencapai vagina atau keluar vagina

Inversi uteri biasanya terjadi pada saat kala III persalinan atau sesudahnya. Tekanan yang dilakukan pada fundus uteri ketika uterus tidak berkontraksi baik, tarikan pada tali pusat, hipotonia uteri dapat merupakan awal masuknya fundus uteri ke dalam kavum uteri, dan dengan adanya kontraksi yang berturut-turut, mendorong fundus yang terbalik ke bawah. Inversio uteri dapat juga terjadi di luar persalinan, misalnya pada myoma geburt yang sedang ditarik untuk ulahirkan.
Inversio uteri yang terjadi akut pada akhitr persalinan menimbulkan gejala mengkhawatirkan, misalnya syok, nyeri keras, dan perdarahan. Keadaan inversi ini sering akibat dari plasenta akreta. Pada inversi uteri yang kronik gejala-gejalanya dapat berupa metrorgia, nyeri punggung, anemia, dan banyak keputihan.
2.4  Penanganan Penyebab Perdarahan Pervaginam postpartum
     1. Atonia Uteri
1)   Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
2)   Sementara lakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual.
3)   Pastikan plasenta lahir lengkap ( bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tidak ada laserasi jalan lahir.
4)   Berikan transfusi darah bila diperlukan.
5)   Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
6)   Bila masih terjadi perdarahan, lakukan tindakan spesifik, sebagai berikut:
v Pada fasilitas kesehatan dasar :
a.     Kompresi Bimanual Eksternal ( KBE)
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan mendekatkan kedua belah telapak tangan yang meliputi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan sampai uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehatan rujukan. Bila belum berhasil, lakukan kompresi bimanual internal (KBI).
b.     Kompresi Bimanual Internal (KBI)
Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah didalam miometrium ( sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, cobakan kompresi aorta abdominalis.
c.     Kompresi Aorta Abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan atau mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
v Pada rumah sakit rujukan
·       Ligasi arteri uterina dan ovarika
·       Histerektomi
( pada saat perjalanan rujukan, dampingi ibu dan teruskan untuk melakukan KBE atau KBI untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang miometrium agar berkontraksi).
2. Retensio Plasenta
1)    Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir maka ulangi pelaksanaan aktif kala III dengan memberikan oksitosin IM dan teruskan penengangan tali pusat terkendali dengan hati-hati. Teruskan lakukan pelaksanaan aktif kala III selama 15 menit dan jika plasenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih belum lahir juga dan ibu tidak mengalami perdarahan hebat rujuk segera ke RS.
2)    Bila terjadi perdarahan maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Bila tidak berhasil rujuk dengan segera.
3)    Berikan cairan IV : NaCl 0,9 % atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar.
4)    Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual plasenta yang harus dilakukan secar aseptic.
5)    Baringkan ibu terlentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki di tempat tidur (dorsal recumbent).
6)    Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada, berikan Diaxepam 10 mg IM.
7)    Melakukan teknik cuci tangan bedah, kemudian pakai sarung tangan bedah.
8)    Masukkan tangan kanan dengan hati-hati, jaga agar jari tetap merapat dan melengkung mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta (pegang tali pusat dengan tangan kiri untuk membantu).
9)    Ketika tangan sudah mencapai plasenta, letakkan tangan kiri diatas fundus uteri agar uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang masih didalam uteri, carilah tepi plasenta yang terlepas, telapak tangan kanan mengahadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis ke samping untuk melepaskan plasenta dari dinding uteri.
10)    Jika plasenta sudah lahir segera lakukan masase uterus, bila tidak ada kontraksi lakukan langkah penanganan pada atonia uteri.
11)    Periksa plasenta dan selaputnya, jika tidak lengkap, periksa lagi cavum uteri dan keluarkan potongan plasenta yang tertinggal dengan cara seperti di atas.
12)    Periksa robekan vagina, kemudian jahit robekan.
13)    Jika tidak yakin plasenta dapat lahir semua, rujuk ibu ke RS.
14)    Lakukan dokumentasi tindakan dan obat yang telah diberikan.
3.    Inversio Uteri
Sebagai tindakan pencegahan, dalam memimpin persalinan harus selalu waspada akan kemungkinan terjadinya inversi, misalnya pada partus presipitatus, plasenta manual, tarikan pada tali pusat, memijat-mijat pada uterus yang lembek. Pada inversi uteri yang sudah uterjadi, sambil mengatasi syok, dilakukan reposisi manual dalam narkose. Seluruh tangan kanan  dimasukkan ke dalam vagina, melingkari tumor dalam vagina dan telapak tangan mendorong perlahan-lahan tumor ke atas melalui serviks yang masih terbuka. Setelah reposisi berhasil, tangan dipertahankan sampai terasa uterus berkontraksi dan kalau perlu dipasang tampon ke dalam kavum uteri dan vagina. Tampon dilepas setelah 24 jam dan sebelumnya sudah diberi uterotonika. Reposisi ini umunya tidak sulit. Pada inversio uteri menahun prosedur di atas tidak dapat dilakukan karena lingkaran kontraksi pada ostium uteri eksternum sudah mengecil dan menghalangi lewatnya korpus uteri yang terbaik. Dalam hal ini perlu dilakukan operasi setelah infeksi diatasi. Tindakan operatif untuk inversio uteri antara lain dapay dilakukan dengan operasi menurut Spinell, menurut Haultin, dan Huntington. Dapat juga dilakukan histerektomi.


            Pengertian
            Keluar cairan pervagianam bisa dikatakan keluarnya cairan amnion,sekret berupa keputihan. Jika cairan yang keluar berupa cairan amnion disebut sebagai ketuban pecah dini. Di mana Ketuban Pecah  Dini  adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu.
 Cairan pervaginam dalam kehamilan normal apabila tidak berupa perdarahan banyak, air ketuban maupun keputihan (leukhore)yang patologis. Penyebab terbesar persalinan prematur adalah ketuban pecah sebelum waktunya. Insidensi ketuban pecah dini 10 % mendekati dari semua persalinan dan 4 % pada kehamilan kurang 34 mg.
 Penyebabnya adalah serviks inkompeten, ketegangan rahim berlebihan (kehamilan ganda, hidramnion), kelainan bawaan dari selaput ketuban,dan infeksi. Penatalaksanaan : pertahankan kehamilan sampai matur, pemberian kortikosteroid untuk kematangan paru janin, pada UK 24-32 minggu untuk janin tidak dapat diselamatkan perlu dipertimbangkan melakukan induksi, pada UK aterm dianjurkan terminasi kehamilan dalam waktu 6 jam sampai 24 jam bila tidak ada his spontan.

2.2       Keluar cairan pervaginam
a. Batasan
            1. keluarnya cairan berupa air – air dari vagina pada trimester 3
2. ketuban di nyatakan pecah dini jikaterjadi sebelum proses
persalinan  berlangsung
3. pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm (sebelum kehamilan 37 minggu ) maupun pada kehamilan aterm
4. Normalnya selaput ketuban pecah pada akhir kala 1 atau awal kala
5. Persalinan. Bisa juga belum pecah saat mengedan
            b. Deteksi Dini
Strategi pada perawatan antenatal
1.      Deteksi faktor resiko
2.      Deteksi infeksi secara dini
3.      USG : biometri
Trimester 1 : deteksi faktor resiko, aktifitas seksual, pH vagina, USG, darah rutin dan urine
Trimester 2 dan 3 : hati hati pada keluhan nyeri abdomen, punggung, keram di daerah pelvis, perdarahan pervaginam, diare,dan rasa mennekan di pelvis.
a.       Pengumpulan data
Konfirmasi usia kehamilan,kalau ada dengan USG


Tanda Robeknya Amnion
• Cairan keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus-menerus melalui vagina.
• Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih, dan tidak kental.
• Gerakan janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri.



Dampak
• Mengganggu kehidupan janin,
• Kondisi gawat janin.
• Janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih,
• Pertumbuhannya terhambat,
• Meninggal sebelum dilahirkan.
• Bayi berisiko tak segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir.
• Terjadinya infeksi oleh kuman yang berasal dari bawah.
• Pada kehamilan lewat bulan : terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.
• Menjaga kebersihan vagina
• Menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi berimbang.
Kelebihan Amnion
Terjadi karena ;
• Produksi air seni janin berlebihan.
• Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu hidrosefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital.
• Ada sumbatan/penyempitan saluran cerna pada janin
b.      Pemeriksaaan
·         Dengan pemeriksaan inspekulo untuk menilai cairan yang keluar ( jumlah, warna , dan bau) dan membedakan nya dengan urine .
·         Nilai apakah cairan keluar melalui ostuium uteri atau terkumpul di forniks posterior
·         Tentukan ada tidaknya infeksi
·         Tentukan tanda tanda inpartu

Pemeriksaan untuk memastikan keluarnya air ketuban dengan berbagai cara, yaitu:
1. Dengan lakmus
2. Makroskopis: bau amis, adanya lanugo, rambut, dan verniks kaseosa
bercampur mekonaeum
3. Mikroskopis: lanugo dan rambut
4. Laboratorium: kadar urea (ureum) rendah dibanding dengan air kemih. 

c. Konfirmasi diagnosis
·         Bau cairan yang khas
·         Jika keluarnya cairan sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai satu jam kemudian

2.3 keluar cairan sekret pervaginam
KEPUTIHAN
1. Keputihan Normal
Setiap pengeluaran cairan melalui vagina lebih dari normal dan bukan berupa darah.
• Salah satu gejala kanker serviks, dengan disertai darah.
• Normal : berwarna jernih, tidak berbau, tidak gatal, tidak dikeluhkan.
• Terjadi : saat menarche, ovulasi, keinginan seks meningkat, kehamilan, bayi baru lahir, sedang stress.

2. Keputihan Abnormal
• Berbau amis, apek, busuk, kadang bercampur darah, berwarna putih susu, kuning tua, coklat, kehijauan.
• Disertai infeksi kelamin lainnya.

3. Pemeriksaan Fisik
• Sering ditemukan luka, benjolan-benjolan
• Penderita biasanya mengeluhkan gatal, agak lengket, panas, nyeri saat buang air kecil.

Penyebab Keputihan
• Infeksi bakteri : Gonococcus, Chlamydia, Treponema pallidum, Gardenella.
• Infeksi jamur : Candida
• Infeksi parasit : Trichomonas vaginalis
• Infeksi virus : Herpes, Condyloma acuminata.
• Pemakaian antiseptic vagina yang terus menerus.
• Penurunan daya tahan tubuh: kurang gizi, sakit dalam waktu lama, anemia.
• Pemakaian kondom, KB, tisu wangi, parfum
• Penyakit ganas : tumor, kencing manis
• PMS :AIDS, Gonorrhoea,
• Kontrasepsi dalam rahim (AKDR).

Keputihan pada Kanker Kandungan
• Gejala : Perasaan tidak enak diperut bagian bawah, merasakan adanya benjolan pada perut bagian bawah, atau perut terasa semakin membesar/membuncit, disertai berat badan yang semakin menurun, nafsu makan yang berkurang, wajah, mata, bibir pucat akibat anemia.
• Haid menjadi tidak keluar sama sekali, lebih panjang, atau disertai rasa nyeri yang lebih dari biasanya.
Pencegahan
• Menjaga kebersihan vagina.
• Hindari pembilasan vagina yang terlalu mendalam.
• Mencuci tangan sebelum dan sesudah membasuh vagina.
• Pergantian pembalut dilakukan lebih sering pada saat menstruasi.
• Hindarkan segala pemakaian bahan kimia
• Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan.
• Menjaga kebersihan sanitasi lingkungan.
• Menjaga kebersihan pasangan seksual.

Pengobatan
• Bakteri : diberikan antibiotik golongan metronidazole.
• Jamur : diberikan anti jamur.
• Trichomonas : diberikan anti trichomonas.

Cara Pengobatan
• Obat oral (diminum).
• Dimasukkan ke vagina.

Komentar

Postingan Populer